STORY ALICE

Posted by at 0 komentar



PROLOG

                      Asap-asap cerobong dari kereta api mulai menyelimuti rel-rel kereta. Kereta lokomotif mulai bersiap untuk melakukan perjalanan ke stasiun berikutnya. Sebuah kata perpisahan mungkin akan terdengar. Memang rasanya sedih, kecewa, berat hati dan terasa egois.  Tapi ini demi putri kecilnya yang berusia 5 tahun. Keluarga kecil yang bernama Charlotte kini mengantarkan gadis kecil itu hanya sampai di depan pintu gerbong kereta lokomotif. Ayah serta ibunya maupun saudari kembarnya tampak terlihat melakukan pelukan perpisahan. Sejujurnya gadis kecil itu tidak ingin meninggalkan keluarga tercintanya tapi karena perintah dari ayahnya yang mengharuskan dia bersekolah di asrama terkenal, mau tak mau dia harus menurutinya. Matanya sedikit berkaca-kaca, dia tidak ingin menangis di depan keluarganya. Takut saja malah menambah suasana menjadi sedih. Rasanya senang akan bersekolah di asrama tapi disisi lain malah berkata tidak.

Saudari yang seumuran dengannya terus menerus tidak ingin mau melepaskan sang kakak. Dia terus menerus memeluk eratnya dan menangis disana.

huuuaaaa.....! kenapa kakak harus pergi?! Nanti aku kesepian....!  Dia berteriak diiringi menangis di hadapan sang kakak. Nama adiknya ialah Vivi Charlotte. Sang kakak yang melihat reaksi adiknya sempat membuatnya berpikir untuk tidak jadi pergi kesana. Tapi ini pun terpaksa dan suruhan  dari ayahnya. Dia menenangkan sang adik dengan membalas pelukannya lalu jemari tangannya mengusap-usap seluruh air mata yang ada pada sela-sela mata sang adik. Dia menggelengkan kepalanya kemudian terbentuklah senyuman tipis hanya untuk adiknya saja.
stttsss..... jangan bersedih, vivi.  Aku pastikan kelak suatu hari nanti, aku akan kembali lagi untuk bertemu denganmu, ayah dan ibu. Seperti dulu kala. Tidak boleh ada air mata yang jatuh di antara kita ya, vivi.
ehmmm.... janji?
iya iya aku janji
Dua jemari kelingking saling melekat satu sama lain. Mereka akhirnya tersenyum manis lalu dari senyuman itulah memori yang tak bisa putri kecil itu lupakan. Termasuk ayah dan ibunya yang melihat dua putri kecilnya saling melakukan perpisahan yang sempat juga membuat mereka berdua ikut sedih dan tak sanggup melihatnya. Setelah beberapa menit kemudian, kereta lokomotif yang berhenti terlalu lama berbunyi kembali

POOOOOOOOONGGGGGGGGGGG!!!!!.

Suara cerobong asap kereta api terdengar nyaring diiring asap-asap putih. Tak lama setelah itu seorang pria berseragam lokomotif mulai membunyikan pluitnya

PRRRIIIIIIIIIIIIIITTTTTTTTT!!!!

Suara pluit itu tak jauh kalah nyaringnya dari sang cerobong asap yang artinya kereta lokomotif akan segera berangkat ke stasiun selanjutnya. Putri kecil yang berusia 5 tahun tersebut mulai mengangkat kedua kopernya pada genggaman kedua tangannya. Setelah itu beranjak dari sana. Memasuki gerbong kereta lokomotif.  Saat pintu tertutup, dia tersenyum manis kepada keluarganya yang berada di luar kereta api. Tak lupa lambaian tangan dari kedua pihak sebagai tanda selamat jalan atau selamat tinggal. Vivi sang adik terus berteriak teriak

selamat tinggal! Jaga dirimu baik-baik! Aku menunggumu kembali! KAKAK!!

                          Suara vivi hanya dia balas dengan acungan jempol ke arahnya serta senyuman ceria. Roda kereta lokomotif mulai bergerak-gerak seirama.  Perlahan-lahan namun pasti, meninggalkan stasiun serta keluarganya yang berada disana. Vivi terus mengejar kereta lokomotif itu dengan lambaian tangannya. Hingga sampai ujung perbatasan stasiun. Langkah Vivi terhenti dengan nafas yang terengah-engah dan senyuman seraya. Sementara sang kakak dari adik tersebut mulai mencari tempat duduk. Tak  perlu membutuhkan waktu lama, dia berhasil menemukan tempat duduknya. Putri kecil itu ingin sekali menaruh koper-kopernya di atas tempat duduk tapi tidak sampai. Karena tubuhnya masih mungil. Ya dia mau tak mau harus menaruh koper-kopernya di tempat duduk yang berada di hadapannya. Sembari menunggu kereta sampai, sempat-sempat dia membaca sebuah buku novelis.sesekali menikmati pemandangan yang ada di setiap bahu perjalanan. Dan namanya adalah Alice Charlotte,

(1)
ASRAMA GRIFINRIA

                       Pagi muncul kembali. Mentari menyingsi lagi. Burunng-burung bernyanyi riang diluar sana. Sudah berhari-hari dia melakukan perjalanan, akhirnya sampai juga dia di stasiun Great Hall. Stasiun yang berjarak dekat dengan asrama Grifinria.  Asrama yang akan mendidiknya menjadi seorang yang jenius dan juga seorang professor. Seperti impiannya  waktu itu. Ketika kereta lokomotif sudah berhenti yang dibarengi oleh asap-asap putih kembali, saat-saat itulah pintu kereta api yang tertutup rapat tadi, terbuka lebar. Langkah kaki penumpang serentak keluar dari sana untuk melanjutkan perjalanan mereka kembali. Termasuk si gadis kecil yang berusia 5 tahun tadi. Dia turun dengan sedikit kewalahan membawa dua koper besar yang ukurannya tak sama dengan tubuhnya. Dia sedikit mengeluh dengan koper-koper tersebut. Tapi ini sudah kewajibannya tersendiri. Alice tahu mulai detik itu juga, dia harus mandiri. Maknanya semuanya sendiri. Mungkin kelak ada yang akan membantunya, walau hanya beberapa saja tapi itu sudah membuatnya senang kok.  Alice berjalan melangkah kembali dengan cara perlahan-lahan. Di karenakan kedua koper yang isinya berat melebihi berat badannya. Kedua tangan saling menompang mengangkat kedua koper tersebut.

                Dan kalian tahu, semua mata memandang  dari pengunjung ke arahnya. Terheran-heran sekali.  Bayangkan anak sekecil itu bisa sampai disana, seorang diri. Itu mustahil bagi mereka. Dan yang menjadi persoalan mereka adalah kemana keluarganya? Kenapa tidak mengantarnya Great hall?  Apa karena tidak memiliki uang? Jadi hanya anaknya yang kesana. Negatif itu membuat mereka memandang alice seperti sosok pencuri. Berbisik-bisik satu sama lain. Alice yang masih kecil terus berjalan, mengabaikan semua pengunjung yang ada. Karena sifat polosnya, dia belum tahu dirinya sedang di usik usik dan di perhatikan dengan aneh sekali. Kasihan dia, apa dia merasa iri? Dari setiap pengunjung yang ada, mereka mengantarkan anak-anak mereka ke asrama itu dengan cara bersama-sama. Tapi berbeda dengan alice, dia seorang diri datang kesana tanpa bimbingan siapapun.

                      Andai saja keluarganya ada disana seperti pengunjung yang lain. Pasti dia merasa sangat senang. Tapi rasa iri itu sudah dia buang mentah-mentah. Bagi alice untuk apa dia iri kepada mereka semua. Jika dia memiliki perbekalan diri secara matang. Pasti dia bisa berhasil di sana seorang diri. Walau diusik seperti itu di hari pertamanya. Dan tak berpengaruh juga dengan setiap langkah mungilnya untuk berhenti. Saat saat alice berjalan menuju asrama seorang diri, tiba-tiba

BRRUUUUUKKKKKKK!!!!

                      Dia tidak sengaja menabrak seseorang. Seseorang pria berjas biru tua dengan dasi berwarna merah. Wajahnya tampan dan bersih serta putih, rambutnya pirang, dengan mata yag indah. Koper-koper tersebut tentu saja berserakan dilantai. Bahkan dimana-mana. Pria tersebut langsung merapikan benda-benda miliki alice termasuk alice itu sendiri. Setelah rapih, mereka berdua saling tatap-tatapan. Wajah pria itu terlihat menyesal sekali setelah menabrak alice. Dan alice langsung membungkukkan badan ke arahnya lalu berkata.
maaf maaf aku..... aku benar-benar tidak sengaja sekali. Maafkan aku, tuan
tidak perlu meminta maaf... justru aku yang meminta maaf padamu. Maafkan aku ya.
Dia juga meminta maaf kepada alice dengan senyuman seraya tipis khasnya. Pria yang bertubuh tinggi serta tampan masih muda itu melihat ke arah koper milik alice, yang jika dia pikir-pikir pasti gadis kecil itu kewalahan jika seorang diri membawanya. Kedua tangannya langsung mengambil koper tersebut dari genggaman tangan alice. Spontan alice sedikit kaget melihat itu dan terheran-heran.
eto.... tapi aku bisa sendiri kok membawanya. Aku takut merepotkan anda, tuan
tenang saja...  ini ringan kok. Hmm... lagi-lagi pria itu membuat alice tambah heran ketika dia memperhatikan kartu nama yang terlihat pada pakaian alice.
alice charlotte.... murid kelas 1-A. Wah kebetulan sekali... aku wali kelas dan kepala asrama laki-laki disana. Mau ku antarkan ke sana, nona Alice? Dan oh iya namaku Gilbret Hall.
Satu kalimat kata-kata ditambah satu tawaran serta pengenalan, membuat gadis mungil itu terdiam bengong. Wajahnya tampak seperti orang bodoh yang tidak mengerti segala hal. Membuat Pak Gilbret langsung melambaikan tangannya ke arah wajah alice yang terdiam beku itu.

nona alice.... halo...
ah.... iya.... sure.... hmmm...

Sepertinya dia gugup di hadapan gurunya itu. Membuat Pak Gilbert langsung tertawa di hadapannya. Sifat gadis kecil mungil bernama Alice tersebut sangat lucu bagi Pak Gilbret. Apalagi pas dia bengong tadi. Pak Gilbret langsung mengajaknya sembari membawa dua koper milik alice. Sementara gadis itu hanya mengikuti setiap langkahnya dari belakang.

Saat langkah kaki mereka berdua serentak menginjak tanah aspal asrama, burung-burung merpati yang sedang berkumpul langsung berhamburan kemana-mana. Asrama itu sangat besar, luas sekali, dan bersih serta tersusun rapih. Itu baru dilihat dari luar gerbang saja. Bagaimana dalamnya ya? Jika diluar saja sudah seindah itu. Pak Gilbret langsung di sambut oleh para penjaga sekolah di setiap pos yang ada. Alice hanya melihat-lihat sekitaran saja sembari mengikuti Pak Gilbret. Indah dan penuh tumbuhan yang tersusun rapih untuk dijadikan hiasannya.

                     Temboknya juga indah yang berwarna susu cream apalagi lantainya, sungguh ini indah sekali. Pantas saja menjadi asrama terkenal. Saking memperhatikan lingkungan asrama dan kondisinya, alice sampai tak sadar jika dirinya sudah sampai di depan asrama perempuan. Pak Gilbret berhenti melangkah di ikuti langkahan alice juga. Dia lalu memberikan koper-koper alice kembali. Tak lupa senyuman tipisnya dia lanturkan hanya untuk alice seorang. Dia menerima koper-kopernya kembali dengan senang hati.

ini dia asrama perempuannya. Di jaga oleh Prof Gerisa alonesong. Dan selamat datang di asrama Grifinria. Aku harap kamu betah dan suka tinggal disini hingga lulus nanti. Semangat untuk belajar disini. Nah aku duluan ya, alice. Selamat umpa bertemu lagi.

Pak Gilbret pamit kepada alice ketika dia selesai mengantarnya ke asrama perempuan tapi alice malah mencegahnya dengan memegang lengan baju Pak Gilbret. Tentu saja Pak Gilbret langsung terhenti dna menoleh ke arah alice dengan wajah heran-herannya.

anoo.... terima kasih ya, Pak Gilbret. Aku sangat berterima kasih. Maaf waktu itu aku menabrakmu.
tenang saja, alice. Lagian pula aku suka menolong apalagi kepada murid-muridku. Dan satu hal lagi jangan memanggil Pak tapi panggil saja Prof Gilbret. Soalnya guru-guru disini biasa dipanggil seperti itu.
baiklah... aku paham, Prof Gilbret.
ehmmm aku senang bertemu denganmu,  nona alice. Aku duluan ya. Dah...

Karena urusan Pak Gilbert dengan alice si gadis mungil itu selesai, akhirnya dia berjalan pergi untuk keruangannya. Begitu juga alice yang berjalan memasuki asrama perempuan tersebut dan sesegera menemukan kamarnya. Saat decitan kaki menginjak lantai asrama perempuan, sorotan mata memandang alice terus menerus  ke arah setiap sudut ruangan yang ada. Begitu indah dan luar biasa. Alas lantai berwarna cream, tembok berwarna orange keemasan, lampu hias yang besar tercantel di atas ruangan, ada tempat perapian, sofa, buku-buku, dan masih banyak lagi diruangan itu. Serasa memiliki rumah yang mewah sekali dengan harga bermiliyar-miliyar. Mata alice saja tak henti-henti melihatnya. Tak satupun kedipan mata yang mampu menghentikan pemandangan tersebut. Tapi saat dia sedang melihat-lihat tiba-tiba...

hai kamu yang berada disana  kamu murid baru kan? Kemarilah
Suara panggilan dari wanita muda yang berusia 20 tahun mampu membuat alice terhenti dari memandang seisi ruangan asrama tersebut. Dan kini dia menoleh ke arah wanita muda yang cantik paras .


tags :

0 Komentar untuk "STORY ALICE"